ISLAM AGAMAKU - Singa Lautan!. Begitulah dunia maritim Islam dan Barat menggelarkan Ahmad Ibnu Majid. Navigator Muslim di abad ke-15 itu sungguh sangat disegani para pelaut pada zamannya. Keberaniannya menentang ganasnya gelombang lautan menjadikannya seorang legenda. Kemampuan dan kehandalannya dalam seni navigasi dicatat dalam sejarah dengan tinta emas.
Ibnu Majid yang lahir di Julphar, sekarang dikenal Ras Al Khaimah, yang berada di salah satu daripada tujuh kota Emiriah Arab pada 1421 M itu juga dikenali sebagai ahli pembuat peta atau kartografer. Muhammad Razi dalam karyanya bertajuk 50 Ilmuwan Muslim Popular mengungkapkan, pada masa hidup Ibnu Majid pada akhir abad ke-15 M, bertepatan dengan upaya penjelajah Eropah mencari
jalur baru ke Asia.
Pada era itu pula, Portugis memiliki seorang pelaut terkemuka bernama Vasco Da Gama. Pelaut kenamaan dari Eropah itu memimpin sebuah ekspedisi baharu sehingga menemukan Tanjung Harapan di selatan Afrika pada tahun1498 M. Penemuan itu membuat bangsa Eropah menemukan jalur baru ke benua Asia, yang sebelumnya harus melewati tanah Islam di Timur Tengah.
Keberhasilan Vasco da Gama itu tidak ada ertinya jika tidak dibantu oleh seorang navigator Muslim yang pemberani. Dialah Ahmad Ibnu Majid ini. “Beliau pernah diangkat sebagai navigator Vasco Da Gama, walau ternyata penelitian pada masa kini membuktikan bahawa bukannya beliau, melainkan seorang Muslim dari Gujarat yang melakukannya,” ungkap Muhammad Razi.
Meski penelitian terbaru tidak membuktikannya, sejarah tetap mencatat Ibnu Majid sebagai seorang pelaut, navigator dan pembuat peta yang sangat masyhur. Bukan itu sahaja, beliau pun berhasil menuliskan sebuah buku yang sangat diakui dan dikagumi. Pada saat hidupnya, Ibnu Majid pun telah mampu membuat kompas.
Dunia maritim bukanlah hal yang aneh bagi Ibnu Majid. Sejak kecil lautan telah menjadi sebahagian hidupnya, karena beliau memang lahir dalam kalangan keluarga pelaut. Tidak aneh apabila ketika berusia 17 tahun, Ibnu Majid sudah sangat hebat mengemudikan kapal laut.
“Keluarga Ahmad Ibnu Majid berasal dari Najd di Semenanjung Arab. Darah pelaut mengalir di dalam tubuhnya. Hal ini kerana datuk dan ayahnya juga merupakan seorang pelaut. Ayahnya bukan sahaja pelaut bahkan pernah menulis buku tentang navigasi di lautan sekitar Hijaz,” kata Muhammad Razi.
Lantaran terbiasa mengikuti pelayaran di Laut Merah bersama ayahnya, navigator yang berani bersama teman-temannya juga memiliki idea melakukan pelayaran di beberapa buah daerah. Berbekalkan keberanian dan tekad waja, beliau bersama-sama sekumpulan pelaut melakukan penjelajahan yang lebih luas. Ibnu Majid pun mengharungi Samudera Hindi.
Penjelajahannya yang begitu lama di Samudera Hindi membuatkan Ibnu Majid sangat memahami selok belok daerah itu. Malah, beliau menulis sejumlah pandangannya yang sangat penting bagi dunia kelautan pada masa itu. Berkat keberaniannya menyusuri daerah baru yang jarang dikunjungi, Ibnu Majid pun kian dikenal. Setiap penjelajahannya didukung alat canggih seperti kompas yang dibuatnya sendiri, tentu saja kompas ini jauh lebih kompleks daripada kompas moden.
Dengan bantuan kompasnya, beliau juga berhasil menjelajahi daerah pantai Benua Afrika, mulai dari Laut Merah ke arah selatan hingga ke Barat Morocco dan Laut Tengah. Tidak diragukan lagi, ilmu kelautan adalah sesuatu yang sangat dikuasai dan difahaminya, jelas Muhammad Razi.
Seringnya beliau melakukan penjelajahan di berbagai-bagai daerah, tentu saja membuatnya memiliki banyak kenalan dan teman. Hingga akhirnya bertemu Vasco Da Gama, pelaut Portugis itu. Mungkin kerana Vas co Da Gama sangat mengagumi kompas yang dibuatnya serta pengetahuan yang dikuasai nya, Ibnu Majid pun diajak Vasco da Gama untuk turut serta dalam ekspedisi pelayaran yang akan dipimpinnya.
Pada saat itulah, namanya semakin terkenal, bukan hanya di dunia Muslim, tapi juga di dunia Barat. Pada saat membantu Vasco da Gama, beliau mengendalikan perjalanan laut dari benua Afrika ke India. "Untuk sampai kei Afrika Timur, orang Portugis mencari informasi secara terus menerus (menyeberangi) Laut Arab sehingga seorang pelaut berbakat bernama Ahmad Ibnu Majid ikut terlibat dalam pekerjaan mereka," papar Qutb al-Din al-Nah ra wali (1511-1582), dalam karyanya bertajuk al-Barq al-yamani fil-fath al-Uthmani, yang diterbitkan pada tahun 1892.
Ibnu Majid yang meninggal pada tahun 1500 M telah mewariskan sederet karya yang sangat penting bagi dunia pelayaran dan kelautan. GR Tibbetts dalam bukunya berjudul Arab Navigation in the Indian Ocean Before the Coming of the Portuguese, mengungkapkan, karya terpenting dari Ibnu Majid adalah Kitab al-Fawaid fi Usul Ilm al-Bahr wal-Qawaid atau (Buku Pedoman tentang Prinsip dan Peraturan Navigasi), yang ditulisnya pada 1490 M. Buku ini tentu saja sangat bermanfaat, terutama untuk membantu orang teluk Parsi menjangkau pantai India, Afrika Timur, dan tujuan lainnya.
Kitab itu merupakan salah satu rujukan terpenting dalam bidang kelautan pada zamannya. Buku itu merupakan ensiklopedia navigasi yang menjelaskan sejarah dan prinsip dasar navigasi, letak bulan, macam-macam kompas, perbezaan cara belayar di berbagai perairan, posisi bintang, jumlah angin musim, dan angin musim laut lainnya, taufan, dan beberapa topik lainya untuk navigator profesional.
Ibnu Majid menulis buku itu berdasarkan pengalaman peribadinya dan juga pengalaman ayahnya yang juga merupakan keluarga navigator terkenal, dan merupakan pengetahuan bagi generasi pelayaran Samudra India. Selain dida sar kan pada pengalamannya, se mua karya Ibnu Majid juga dipadukan dengan teori-teori navigasi yang diperoleh dari buku-buku yang ditulis pendahulunya.
Salah satu ilmuwan Muslim yang menjadi rujukan pemikirannya adalah Yaqut Al Hamawi. "Saya meletakkan Ahmad Ibnu Majid di atas Yaqut, karena penyebaran pandangan Ahmad Ibnu Majid begitu meluas dari dunia Islam hingga ke Barat, dan turut serta memajukan dasar-dasar ilmu kelautan yang mendukung munculnya pelayaran besar-besaran yang dilakukan Eropah ke seluruh penjuru dunia pada saat itu," tutur GR Tibbetts.
Sedangkan, pengaruh karya Yaqut sangat kuat dalam pengkajian daerah-daerah Islam pada masa itu. Namun pada saat yang sama pandangannya relatif tidak berpengaruh secara langsung terhadap dunia Barat. Begitulah peranan dan jasa Ibnu Majid dalam mengembangkan ilmu navigasi dan pelayaran.
Ibnu Majid dan Keunggulan Dunia Islam
Kita menguasai 32 arah mata angin, tirfa, zam, serta pengukuran tinggi bintang, yang tidak mereka miliki (Eropah). Mereka tidak mengetahui cara kita melakukan navigasi, tapi kita dapat mengetahui apa yang mereka lakukan dalam navigasi. Kita dapat menggunakan sistem navigasi mereka dan pelayaran dengan kapal mereka, tutur Ibnu Majid dalam kitab yang ditulisnya.
Ibnu Majid juga mengungkapkan keunggulan dunia pelayaran Islam lainnya. Menurutnya, Pelaut Muslim telah mengetahui bahawa Samudera Hindi terhubung dengan semua Samudera, dan kita dapat menguasai buku-buku ilmu pengetahuan yang memberikan penjelasan cara mengukur ketinggian bintang, tapi mereka tidak memiliki pengetahuan ketinggian bintang.
Mereka tidak punya ilmu pengetahuan dan juga tidak punya buku-buku, hanya kompas dan perhitungan mati. Kita dapat dengan mudah belayar di kapal mereka dan di atas laut mereka, sehingga mereka menghormati kita. Mereka mengakui kita memiliki ilmu pengetahuan yang lebih baik tentang laut dan navigasi dan hikmah bintang-bintang, katanya.
Karya-karya Ibnu Majid memberi pengaruh luas dalam dunia pelayaran baik di dunia Islam mahu pun dunia Barat. Karyanya telah memberi inspirasi dan semangat bagi para pelaut pada zamannya untuk melakukan penjelajahan. Pada hal, sebelumnya sangat sedikit pelaut Arab yang berani mengharungi wilayah yang lebih jauh dari kawasan Laut Merah, Pantai Timur Afrika, hingga Pantai Tenggara Afrika atau Sofala, wilayah dekat Madagaskar.
Sebelum Ibnu Majid menulis buku tentang navigasi dan pelayaran, para pelaut pernah mencuba jalur berdasarkan peta yang dibuat Claudius Ptolemaeus. Dalam peta itu dijelaskan, di selatan Sofala terdapat daratan yang membentang hingga ke Cina di sebelah timur. Hanya celah sempit yang menghubungkan Samudera Hindi dan Samudera Pasifik.
Peta itu lalu diperbetul Abu Raihan al-Biruni. Ilmuwan Muslim itu menjelaskan ada lautan, bukan hanya selat, yang menghubungkan dua samudera besar tersebut. Ibnu Majid pun membenarkan teori al-Biruni. Ia membenarkan teori al-Biruni berdasarkan pengalamannya menjelajahi lautan.
Menurut Ibnu Majid, di selatan Sofala terdapat selat yang menghubungkan Samudera Hindi dan Samudera Pasifik. Ia telah membetulkani kesalahan peta yang dibuat Ptolemaeus. Semua itu berkat rasa keingintahuannya yang begitu besar tentang wilayah pantai Afrika secara keseluruhan. Pada saat itu, beliau melakukan ekspedisi mengelilingi benua Afrika bermual dari Laut Merah ke arah selatan lalu ke barat hingga Morocco dan Laut Tengah. Inilah yang meletakkannya pada suatu kebenaran.
Ibnu Majid pun dikenal sebagai pembuat kompas dengan 32 arah mata angin. Tentu saja kompas ini jauh lebih terperinci dengan kompas buatan ahli pada masa itu, terutama orang Mesir dan Morocco. Ciptaan itu akhirnya dikenal sebagai bentuk awal kompas moden.
Ketika Ibnu Majid bertemu dengan para pelaut Portugis yang terkenal dalam penjelajahannya, termasuk Vasco Da Gama, beliau menunjukkan kompas buatannya itu. Kala itu, para pelaut Portugis sangat terkesima melihat kompas dengan 32 arah mata angin itu. Mereka juga mengaku belum pernah melihat kompas seperti itu sebelumnya.
No comments:
Post a Comment